Hari ini saya kembali lagi melihat sebuah analisa di sebuah video, yang membahas 'eye accessing cue' dalam sebuah seminar NLP (Neuro-Linguistic Programming). Dan hari ini pula, saya kembali lagi melihat bagaimana sang trainer menjelaskan bahwa kalau mata bergerak ke kanan atas saat menjawab pertanyaan mengenai memori, 'berarti' orang itu sedang berbohong.
Bagi pembelajar NLP pemula, informasi seperti ini begitu menyentak kegirangan, seperti mendapat hadiah pengetahuan luar biasa. Sayangnya, pembelajar NLP yang belajar hanya untuk dapat pengetahuan dan informasi, terutama informasi menarik yang punya nilai jual kembali, tidak paham bahwa NLP itu sendiri bukan teori. NLP adalah ilmu aplikasi. Dan kalau ia rajin aplikasikan konsep 'eye accessing cue' ini, ia baru akan paham gerak mata ke kanan atas saat berbicara mengenai apa yang diingat, tidak harus berarti berbohong.
Betul, bahwa gerak mata ke atas mengindikasikan akses ke visual. Betul, bahwa gerak mata ke kanan atas, cenderung mendorong akses pikiran ke imajinasi visual. Betul juga, bahwa gerak mata ke kiri atas, cenderung mendorong akses ke memori visual. Tapi, bagaimana kalau mata saya bergerak ke kanan atas, karena sambil menjawab pertanyaan seseorang, saya melamunkan hal lainnya? Atau saya menjawab pertanyaan interogasi secara jujur sambil membayangkan apa yang akan terjadi pada saya? Atau bagaimana pula kalau isi perkataan saya semuanya jujur, tapi mata saya bergerak ke kanan atas karena sibuk memikirkan bagaimana mengatakannya dengan lebih baik?
Dan argumentasi menarik lainnya adalah, kalau saya sudah mempersiapkan jawaban dengan baik, atau saya sudah berkali-kali memberi jawaban kebohongan yang sama, bukankah saya bisa lolos dengan mudah dari deteksi kebohongan hanya karena saya menjawab atau berbicara dengan gerak mata ke kiri atas? Sebab yang memperhatikan seolah saya menjawab dari memori? Dan karena gerakan mata termasuk yang paling di luar kesadaran, dengan menggunakan konsep gerak mata ke kanan atas ini sebagai alat deteksi kebohongan, bisa dibayangkan berapa banyak orang yang akan dituduh berbohong, dan betapa banyak orang yang bisa kebohongannya lolos hanya karena menghapal jawaban dengan baik (sehingga menjawab dengan gerakan mata ke kiri atas).
Menganalisa dan menyimpulkan sebuah kebohongan tidak bisa sesederhana menunjuk gerak mata ke kanan atas. Sama juga tidak sesederhana mengatakan seseorang itu bohong hanya karena ia menggaruk-garuk hidung saat bicara, atau tidak berani tatap mata saat bicara. Butuh pengamatan cermat ke berbagai kanal komunikasi, seperti bahasa butuh, ekspresi, vokal, isi omongan serta gaya bicara. Serta juga butuh kemahiran menggabungkan berbagai kanal komunikasi tersebut. Cek link di bawah, bagi yang ingin mempelajari hal ini.
Semakin saya dalami skil observasi perilaku manusia, semakin saya sadar pengetahuan dan skil pun tidak cukup. Anda dan saya perlu pengalaman dan jam terbang yang cukup. Kalau memang mau menguasai skil deteksi kebohongan, belajarlah dengan mendalam dan poles diri dengan pengalaman langsung.
Bagi pembelajar NLP pemula, informasi seperti ini begitu menyentak kegirangan, seperti mendapat hadiah pengetahuan luar biasa. Sayangnya, pembelajar NLP yang belajar hanya untuk dapat pengetahuan dan informasi, terutama informasi menarik yang punya nilai jual kembali, tidak paham bahwa NLP itu sendiri bukan teori. NLP adalah ilmu aplikasi. Dan kalau ia rajin aplikasikan konsep 'eye accessing cue' ini, ia baru akan paham gerak mata ke kanan atas saat berbicara mengenai apa yang diingat, tidak harus berarti berbohong.
Betul, bahwa gerak mata ke atas mengindikasikan akses ke visual. Betul, bahwa gerak mata ke kanan atas, cenderung mendorong akses pikiran ke imajinasi visual. Betul juga, bahwa gerak mata ke kiri atas, cenderung mendorong akses ke memori visual. Tapi, bagaimana kalau mata saya bergerak ke kanan atas, karena sambil menjawab pertanyaan seseorang, saya melamunkan hal lainnya? Atau saya menjawab pertanyaan interogasi secara jujur sambil membayangkan apa yang akan terjadi pada saya? Atau bagaimana pula kalau isi perkataan saya semuanya jujur, tapi mata saya bergerak ke kanan atas karena sibuk memikirkan bagaimana mengatakannya dengan lebih baik?
Dan argumentasi menarik lainnya adalah, kalau saya sudah mempersiapkan jawaban dengan baik, atau saya sudah berkali-kali memberi jawaban kebohongan yang sama, bukankah saya bisa lolos dengan mudah dari deteksi kebohongan hanya karena saya menjawab atau berbicara dengan gerak mata ke kiri atas? Sebab yang memperhatikan seolah saya menjawab dari memori? Dan karena gerakan mata termasuk yang paling di luar kesadaran, dengan menggunakan konsep gerak mata ke kanan atas ini sebagai alat deteksi kebohongan, bisa dibayangkan berapa banyak orang yang akan dituduh berbohong, dan betapa banyak orang yang bisa kebohongannya lolos hanya karena menghapal jawaban dengan baik (sehingga menjawab dengan gerakan mata ke kiri atas).
Menganalisa dan menyimpulkan sebuah kebohongan tidak bisa sesederhana menunjuk gerak mata ke kanan atas. Sama juga tidak sesederhana mengatakan seseorang itu bohong hanya karena ia menggaruk-garuk hidung saat bicara, atau tidak berani tatap mata saat bicara. Butuh pengamatan cermat ke berbagai kanal komunikasi, seperti bahasa butuh, ekspresi, vokal, isi omongan serta gaya bicara. Serta juga butuh kemahiran menggabungkan berbagai kanal komunikasi tersebut. Cek link di bawah, bagi yang ingin mempelajari hal ini.
Semakin saya dalami skil observasi perilaku manusia, semakin saya sadar pengetahuan dan skil pun tidak cukup. Anda dan saya perlu pengalaman dan jam terbang yang cukup. Kalau memang mau menguasai skil deteksi kebohongan, belajarlah dengan mendalam dan poles diri dengan pengalaman langsung.