Saya tertarik pada ungkapan Dr.Paul Ekman mengenai EMPATI dan kasih sayang, setelah berkolaborasi sekian lama dengan Dalai Lama. Bahwa saat kita melihat orang lain menderita, OTAK SOSIAL kita memungkinkan kita untuk ikut merasakan penderitaan tersebut. Aktifitas kita dalam menolong mereka, sebenarnya adalah juga aktifitas menolong diri sendiri. Dengan membebaskan orang lain dari penderitaan, sebenarnya kita pun sedang membebaskan diri kita dari penderitaan.
Ada yang menyebut ini sebagai EMPATI. Berada di 'sepatu' orang lain, melihat dari sudut pandang mereka, merasakan yang mereka rasakan. Dan ini dimungkinkan fungsional 'sosial' di otak manusia yang sangat alami. Keberadaan 'mirror neuron' di otak manusia, memicu aktifitas EMPATI ini. Fungsi neuron ini, secara praktisnya adalah saat kita mengarahkan atensi penuh kepada sesuatu, otak kita mengimitasi yang kita lihat dengan jaringan neuronnya. Kita seperti menjiplaknya, dan merasakan seolah kita yang berada di dalam kejadian tersebut.
Walau bisa diarahkan ke berbagai emosi, temuan ini menarik dan sangat menggembirakan. Ini memberi dorongan untuk menebar kebahagiaan dan antusiasme, dengan cara yang sederhana, yakni dengan menjadi orang pertama di sebuah situasi yang mengekspresikan antusiasme atau kebahagiaan. Emosi apapun yang kita tunjukan dan sejauh bisa memancing atensi penuh, punya potensi berjangkit.
Saya sebut ini sebagai alami, maksudnya, kita tidak perlu dengan sengaja memicu aktifitasnya. Ekspresi emosi apapun pada orang lain, bisa memicu EMPATI pada diri kita. Kita bisa turut senang, sedih, marah, atau takut. Demikian pula, ekspresi emosional apapun pada diri kita, bisa memicu EMPATI pada diri orang lain. Karena itu, menebar kebahagiaan tidak harus rumit. Jadi saja orang yang tersenyum, melakukan kebaikan, menolong, memeluk, menyayangi, membawa berita bahagia, menyebarkan informasi yang memberi harapan, dan sejenisnya. Dan biarkan orang di sekitar terjangkiti dan menjangkiti lagi ke orang lain.
Tapi bagaimana dengan orang-orang yang kita sebut tidak punya EMPATI? Dari semua yang saya pernah pelajari, hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yang membuat beberapa orang tidak terlihat bersikap EMPATI.
Pertama, orang-orang tertentu melatih dirinya untuk memberikan respon yang tidak mendukung emosi orang-orang di luar lingkaran kelompoknya. Ini bukan berarti mereka tidak EMPATI sama sekali. Ini berarti bahwa dalam sekian mili detik, mereka melatih diri untuk menolak impuls EMPATI tersebut. Mereka cepat memalingkan perhatiannya, mereka langsung mengisi pikirannya dengan self-talk atau imajinasi atau memori yang menolak EMPATI, dan sejenisnya. Ini bisa berhubungan dengan nilai hidup yang mereka percayai, keyakinan mereka mengenai berbagai hal, trauma masa lalu, tekanan kelompok (peer pressure), dan lain-lain.
Kedua, orang-orang tertentu mempunyai struktur otak yang diyakini para Neuroscientist sebagai otak psikopat. Struktur otak orang-orang ini diklaim berbeda dari umumnya. Tapi tidak berarti orang-orang dengan struktur otak ini adalah orang berperilaku jahat. Banyak sekali yang normal seperti kita. Sebuah temuan mengungkap struktur amygdala (pusat emosi) yang lebih kecil dari ukuran rata-rata pada otak psikopat. Mereka hanya merespon situasi emosional dengan berbeda. Jadi walau tidak melakukan hal yang tidak benar, sikap EMPATI mereka bisa dinilai kurang. Catatannya, otak seperti ini sesuatu yang langka. Tidak banyak ditemui.
Apapun itu, semua kembali ke pilihan kita sendiri-sendiri untuk bersikap. Otak kita adalah OTAK SOSIAL. Kita makluk EMPATI, dan makluk SOSIAL. Tinggal kita sendiri yang mau hidup dengan anugerah ini, atau berusaha menolak ini karena berbagai logika-logika kita.
Ada yang menyebut ini sebagai EMPATI. Berada di 'sepatu' orang lain, melihat dari sudut pandang mereka, merasakan yang mereka rasakan. Dan ini dimungkinkan fungsional 'sosial' di otak manusia yang sangat alami. Keberadaan 'mirror neuron' di otak manusia, memicu aktifitas EMPATI ini. Fungsi neuron ini, secara praktisnya adalah saat kita mengarahkan atensi penuh kepada sesuatu, otak kita mengimitasi yang kita lihat dengan jaringan neuronnya. Kita seperti menjiplaknya, dan merasakan seolah kita yang berada di dalam kejadian tersebut.
Walau bisa diarahkan ke berbagai emosi, temuan ini menarik dan sangat menggembirakan. Ini memberi dorongan untuk menebar kebahagiaan dan antusiasme, dengan cara yang sederhana, yakni dengan menjadi orang pertama di sebuah situasi yang mengekspresikan antusiasme atau kebahagiaan. Emosi apapun yang kita tunjukan dan sejauh bisa memancing atensi penuh, punya potensi berjangkit.
Saya sebut ini sebagai alami, maksudnya, kita tidak perlu dengan sengaja memicu aktifitasnya. Ekspresi emosi apapun pada orang lain, bisa memicu EMPATI pada diri kita. Kita bisa turut senang, sedih, marah, atau takut. Demikian pula, ekspresi emosional apapun pada diri kita, bisa memicu EMPATI pada diri orang lain. Karena itu, menebar kebahagiaan tidak harus rumit. Jadi saja orang yang tersenyum, melakukan kebaikan, menolong, memeluk, menyayangi, membawa berita bahagia, menyebarkan informasi yang memberi harapan, dan sejenisnya. Dan biarkan orang di sekitar terjangkiti dan menjangkiti lagi ke orang lain.
Tapi bagaimana dengan orang-orang yang kita sebut tidak punya EMPATI? Dari semua yang saya pernah pelajari, hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yang membuat beberapa orang tidak terlihat bersikap EMPATI.
Pertama, orang-orang tertentu melatih dirinya untuk memberikan respon yang tidak mendukung emosi orang-orang di luar lingkaran kelompoknya. Ini bukan berarti mereka tidak EMPATI sama sekali. Ini berarti bahwa dalam sekian mili detik, mereka melatih diri untuk menolak impuls EMPATI tersebut. Mereka cepat memalingkan perhatiannya, mereka langsung mengisi pikirannya dengan self-talk atau imajinasi atau memori yang menolak EMPATI, dan sejenisnya. Ini bisa berhubungan dengan nilai hidup yang mereka percayai, keyakinan mereka mengenai berbagai hal, trauma masa lalu, tekanan kelompok (peer pressure), dan lain-lain.
Kedua, orang-orang tertentu mempunyai struktur otak yang diyakini para Neuroscientist sebagai otak psikopat. Struktur otak orang-orang ini diklaim berbeda dari umumnya. Tapi tidak berarti orang-orang dengan struktur otak ini adalah orang berperilaku jahat. Banyak sekali yang normal seperti kita. Sebuah temuan mengungkap struktur amygdala (pusat emosi) yang lebih kecil dari ukuran rata-rata pada otak psikopat. Mereka hanya merespon situasi emosional dengan berbeda. Jadi walau tidak melakukan hal yang tidak benar, sikap EMPATI mereka bisa dinilai kurang. Catatannya, otak seperti ini sesuatu yang langka. Tidak banyak ditemui.
Apapun itu, semua kembali ke pilihan kita sendiri-sendiri untuk bersikap. Otak kita adalah OTAK SOSIAL. Kita makluk EMPATI, dan makluk SOSIAL. Tinggal kita sendiri yang mau hidup dengan anugerah ini, atau berusaha menolak ini karena berbagai logika-logika kita.